Kemuliaan Muslim Bagi Rasulullah Bukan Dari Kaya, Miskin, atau
pangkatnya. Kamu perlu sering belajar buat mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka seraya berita terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan terpilih intern membaca share terbaru.
Wartaislami.com ~ Lelaki itu bernama Zahir ibn Haram. Salah seorang sahabat Rasulullah dari bani Aswaj yang tinggal di dusun. Pekerjaannya tak kian dari seorang pedagang di pasar. Hanya sesekali saja ia pergi ke kota buat berdagang serta sowan pada Rasulullah.
Ia memang salah satu sahabat yang rajin sowan ke Rasulullah meski perlu menempuh jarak yang jauh buat sampai ke Madinah. Menjadi kebahagiaan baginya bisa berpapasan seraya amiril mu’minin yang benar-benar dikasihinya. Yang setiap laku, perkataan serta ketetapannya seimbang sunnah.
Begitupun Rasulullah, seperti pada sahabatnya yang lain, beliau teramat senang pada Zahir. Setiap kali lelaki itu bertamu, beliau selalu membuka pintu rumahnya lebar-lebar. Sebuah hal yang kiranya mustahal kita temui pada pemimpin zaman waktu ini yang senang menutup rapat istana-nya. Paling-paling hanya setahun sekali membuka pintu rumah, yang sering kita sebut bagai ‘open house’.
“Zahir ini seimbang orang dusun kita, serta kita seimbang orang dusun ia.” Ucap Rasulullah suatu kali kepada sahabat-sahabatnya yang lain ketika Zahir bertamu ke kediamannya.
Tak hanya itu, Rasulullah pun tak sungkan buat berdekatan serta bercanda seraya Zahir. Ini terjadi pada satu waktu ketika beliau sedang pergi ke pasar serta melihat lelaki itu seraya pakaian lusuh tengah berjualan. Diam-diam beliau memeluknya dari belakang. Sontak ia pun kaget serta mencoba melepaskan diri, “Lepaskan. Siapa ini?” Katanya.
“Siapa yang mau membeli budakku ini?” Tak melepaskan, Rasulullah justru memberi candaan seraya kalimatnya.
Mendengar suara yang benar-benar dikenalinya, Zahir pun malah merapatkan punggunggnya ke pelukan Rasulullah yang amat disanjungnya. “Lihatlah ya Rasulullah, tak ada seorang pun yang mau membeli hamba.” Ia berkata lemah merasa bagai seorang dusun yang tak ada harganya.
Pelukan di rumpang keduanya pun semakin erat. Beruntung nian Zahir hari itu bagai seorang dusun mendapat perhatian sedemikian rupa dari Rasulullah. Penuh kasih serta ketulusan, alih-alih pencitraan macam pemimpin zaman waktu ini.
“Tidak, Zahir. Hargamu benar-benar tinggi di hadapan Allah SWT.” Kali ini Rasulullah berkata seraya serius. Masih memeluk Zahir.
Source: www.arrahmah.co.id
Source Article and Picture : www.wartaislami.com