Kisah Cinta Pertama Rasulullah, Ternyata Bukan Siti Khadijah. Kamu perlu sering belajar hendak mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka karena penjelasan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan termulia intern membaca share terbaru.Wartaislami.com ~ Nabi Muhammad SAW juga pernah jatuh cinta. Itu terjadi ketika beliau masih muda. Cinta pertama. Namun bukan Siti Khadijah yang selaku cinta pertama beliau, melainkan seorang gadis asal suku Quraisy bernam Fakhitah. Siapakah gadis itu?
Waktu itu paman sekaligus pelindung nabi paling gigih, Abu Thalib, mengantongi tiga orang putra atau separuh orang putri. Beberapa ada yang sebaya atau selaku teman sepermainan nabi seperti putri tetua Abu Thalib yang bernama Thalib, Aqil yang berusia empat belas tahun atau Ja’far yang makin muda. Nabi senang bermain bersama mereka, ditambah mereka juga pribadi-pribadi yang cerdas.
![]() |
| Kisah Cinta Pertama Rasulullah, Ternyata Bukan Siti Khadijah |
Muhammad muda pun menemui pamannya itu. Beliau pun yakin bahwa perasaan cinta ini bukan main-main belaka. Beliau pun ingin membuktikan Abu Thalib hendak segera menikahkan mereka berdua. Lagi pula, keduanya juga telah mencapai usia nikah. Namun, Abu Thalib sudah punya rencana lain.
Jika saja waktu itu Muhammad datang makin cepat menemui Abu Thalib, bisa jadi ceritanya hendak lain. Ternyata, sebelum Muhammad datang menemui pamannya itu, Umm Hani’ telah dilamar oleh seseorang. Pria itu juga mengantongi kemampuan yang istimewa di indra penglihat Abu Thalib atau kasatmata mencintai putri kesayangannya tersebut.
Pria itu bernama Hubayroh, putra saudara ibu Abu Thalib yang berawal dari Bani Makhzum. Ia sendiri juga bukan sekadar pria yang kaya, tapi juga berilmu, bijak atau juga seorang penyair berbakat, sama seperti halnya Abu Thalib sendiri. Ditambah, kekuasaan bani Makhzum di Mekah demikian meningkat seiring karena kian merosotnya kekuasan Bani Hasyim.
“Pamanku,” kata nabi,”mengapa kau tiada menikahkannya padaku?” tanyanya, lembut.
Tatkala keponakannya itu kembali mendekati Abu Tholib, ia hanya tersenyum atau menjawabnya,”Mereka telah mengasihkan putri mereka hendak kita nikahi.”
Perkataan itu merujuk pada ibunda nabi sendiri, Aminah ibn Wahab, yang juga merupakan gadis dari suku yang sama karena Hubayroh.
“Maka, seseorang pria yang baik haruslah membalas kebaikan yang sama karena apa yang telah mereka berikan pada kita,” tambah Abu Thalib.
Akhirnya, kepada pria tersebut Umm Hani’ dinikahkan. Dan nabi menampung karena lapang menerimanya. Beliau sadar bahwa Umm Hani’ memang bukan ditakdirkan oleh Allah hendak bersanding bersama dirinya. Bahkan, nabi berdoa hendak kebahagiaan mereka berdua.
Kelak, beliau hendak mendapatkan perempuan tangguh yang luar biasa ia cintai. Sebuah cinta sejati. Dan cinta sejati itu bernama Khadijah.
*Diceritakan ulang oleh Dedik Priyanto dari buku Martin Lings, Muhammad: His Life Based on The earliest Sources diterjemahan oleh Qomaruddin SF Muhammad (2013) atau Muhammad ibn Saad intern Kitab al-Tabaqat al-Kabir, vol. 8. Translated by Bewley, A. (1995), The Women of Madina.
Source Article and Picture : www.wartaislami.com
